Selasa, 10 Juli 2012

Pilkada DKI

JAKARTA, BlogKristia — Pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah DKI 2012 rawan konflik seiring masih banyaknya permasalahan dalam persiapan hajatan lima tahunan itu. Berbagai persoalan yang masih mewarnai di antaranya adalah terlambatnya distribusi kartu pemilih hingga dua hari jelang pemilihan, terlambatnya distribusi kotak dan surat suara, masih adanya alat peraga yang beredar, dan persoalan daftar pemilih tetap.


Anggota Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Daniel Zuchron, mengatakan, apabila persoalan-persoalan tersebut tidak selesai hingga hari pelaksanaan pemungutan suara, Rabu (11/7/2012), Pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) DKI terindikasi rawan konflik.

"Bisa diprediksi dari awal ketidakpuasan timses pasangan cagub-cawagub mengenai DPT. Ini bisa berlanjut pada ketidakpuasan terhadap pelaksanaan pemilukada," katanya, Selasa (10/7/2012), di Jakarta.

Jika rasa tidak puas berlanjut, ia memprediksi kualitas pilkada akan dipertanyakan melalui mekanisme gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK). Misalnya, terkait dugaan kecurangan pada saat pelaksanaan atau adanya temuan praktik politik uang dan suap. Jika hal itu benar-benar terjadi, kualitas Pilkada DKI, menurut Daniel, benar-benar menurun. Sebab, pada Pilkada DKI Jakarta 2007 tidak ada gugatan ke MK.

"DKI ini ibarat kawah candradimuka Indonesia menuju Pileg dan Pilres 2014. Jika terjadi kekacauan di Pemilukada DKI, dikhawatirkan akan menular ke daerah lain," ujar Daniel.

Ia berpendapat, berbagai persoalan yang masih mewarnai menjelang pelaksanaan pemungutan suara disebabkan beragam faktor, seperti ketidaksiapan sumber daya manusia dan masalah-masalah nonteknis.

"Bisa dimulai dari pendataan pemilih hingga pemuktahiran pemilih. Masih adanya masalah DPT jelang pemilihan berarti ada ketidakpatutan dari time planning yang ditetapkan. Jadi, tidak heran apabila terjadi demikian dan ini sekaligus pelajaran bagi daerah-daerah dalam memersiapkan pilkada," ungkapnya.

Bawaslu pun telah mengantisipasi jika pelaksanaan pilkada menimbulkan ketidakpuasan di kalangan masyarakat, salah satunya dengan mendirikan posko Pengawasan Pemilu Terpadu (Awaslupadu).

"Masyarakat dapat melaporkan apa saja terkait pelaksanaan pilkada. Jadi, kami buka pintu selebar-lebarnya bila terjadi kecurangan atau bentuk apa pun," kata Daniel.
Sumber: Kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar