Adat adalah landasan bagi kekuasaan para Raja dan Penghulu, dan dipakai dalam menjalankan pemerintahan sehari-hari. Semua peraturan hukum dan perundang-undangan disebut Adat, dan landasannya adalah tradisi yang diwarisi secara turun-temurun serta syariat Islam yang sudah dianut oleh masyarakat Minangkabau.
Seorang Raja atau Penghulu memegang kekuasaan karena keturunan, dan kekuasaan itu menjadi sah karena didukung oleh para ulama yang memegang otoritas agama dalam masyarakat. Dari ide ini muncul adagium Adat basandi syarak; Syarak basandi Kitabullah.
Sesudah kedatangan kolonialis Eropa, wilayah hukum Adat dibatasi hanya pada pengaturan jabatan Penghulu, kekuasaan atas Tanah Ulayat, peraturan waris, perkawinan, dan adat istiadat saja. Kekuasaan hukum, keamanan dan teritorial diambil alih oleh pemerintah kolonial.
Keadaan ini berlanjut sampai pada zaman kemerdekaan.
Setelah berlakunya Undang-undang Otonomi Daerah tahun 1999 dan gerakan Kembali ka Nagari, Adat Minang mendapat tempat yang lebih baik dan dimasukkan sebagai salah satu dasar pemerintahan Nagari, Pemerintahan Daerah Kabupaten, dan Pemerintahan Daerah Provinsi, sesudah UUD 1945.
Di bawah ini adalah ikhtisar Adat Minang, sering disebut Undang nan Empat, sebagaimana dipahami dan hidup dalam masyarkat Minangkabau.
Daftar isi |
Undang nan Empat
Adat Minangkabau sebagai peraturan dapat diringkas dalam sistematika yang disebut Undang nan Empat yaitu:- Undang-undang Luhak dan Rantau
- Undang-undang Nagari
- Undang-undang dalam Nagari
- Undang-undang nan Duapuluh
Undang-undang Luhak dan Rantau
Bunyi undang-undang ini adalah sebagai berikut:- Luhak bapangulu
- Rantau barajo
- Bajalan samo indak tasundak
- Malenggang samo indak tapampeh
Orang-orang yang satu keturunan menurut garis keturunan Ibu berkelompok membentuk sebuah suku, dan dipimpin oleh seorang laki-laki yang disebut Penghulu.
Aturan ini berlaku di wilayah Minangkabau yang lebih dahulu berkembang, yaitu di Luhak Tanah Datar, Luhak Agam, dan Luhak Limapuluh Koto.
Dalam perkembangannya, di daerah Rantau, meskipun terdapat juga suku-suku dan Penghulu, tiap-tiap Rantau dipimpin oleh seorang Raja yang biasanya berasal dari daerah Luhak juga, atau mendapat mandat dari Raja Pagaruyung.
Undang-undang Nagari
- Nagari bakaampek suku
- Dalam suku babuah paruik
- Basawah baladang
- Babalai bamusajik
- Balabuah batapian
Disyaratkan paling kurang ada empat suku yang akan bergabung dalam Nagari dan masing-masing suku itu harus cukup besar -- dikatakan terdiri dari beberapa paruik atau kelompok yang satu keturunan dari seorang nenek. Para Penghulu keempat suku itu secara kolektif menjadi Pimpinan Nagari. Perkawinan hanya berlaku secara eksogami, yaitu antara warga suku yang berlainan.
Harta benda tidak bergerak seperti sawah ladang dan rumah dimiliki secara bersama-sama oleh kaum perempuan dalam suatu suku, dan menjadi pusaka yang dimiliki secara turun temurun menurut garis keturunan ibu. Laki-laki mengawasi dan mendayagunakan harta benda. Semua warga suku dapat mengambil manfaat dari harta benda.
Selain prasarana ekonomi seperti sawah dan ladang, jalan dan jembatan, serta sarana kebersihan, Nagari juga harus mampu mendirikan sebuah Masjid unutuk tempat ibadah dan sebuah Balairung tempat para Penghulu bersidang.
Undang-undang dalam Nagari
- Barek samo dipikul, ringan samo dijinjing
- Saciok bak ayam, sadanciang bak basi,
- Sakik basilau, mati bajanguak
- Salah batimbang, hutang babayie
- Setiap orang secara alami langsung menjadi warga Nagari
- Demokrasi langsung, karena para Penghulu sangat dekat dengan masyarakatnya, musyawarah dan mufakat dilaksanakan tanpa diwakilkan.
- Gotong royong. Kebersamaan dalam menghadapi segala masalah dalam Nagari
- Social safety net, semua warga Nagari, dapat mengandalkan bahwa dirinya akan dibantu secara bersama-sama oleh masyarakat jika dia mengalami kesusahan yang mendesak.
Selain itu, pada rites of passage seperi kelahiran, khitanan, perkawinan, dan kematian selalu diadakan acara adat dengan format yang khusus dan baku, tetapi dapat sedikit berbeda antara satu Nagari dengan Nagari lainnya, sesuai dengan prinsip adat selingkar Nagari.
Termasuk dalam undang-undang dalam Nagari adalah adat-istiadat yang menyangkut hiburan dan rekreasi, seperti Randai, pertandingan layang-layang dan buru babi.
Undang-undang nan Duapuluh
Undang-undang nan Duapuluh adalah duapuluh fasal yang dipakai oleh para Penghulu dalam mengadali dan memutus perkara kejahatan yang terjadi dalam Nagari. Delapan fasal yang pertama merinci nama-nama tindak kejahatan, sedang duabelas fasal berikutnya berisi nama-nama tuduhan dan dugaan tindak kejahatan.- Salah nan Salapan yaitu:
- Dago-dagi, perbuatan yang menimbulkan kekacauan umum
- Sumbang-salah, perbuatan tidak senonoh
- Samun-sakar, perampokan
- Maling-curi, pencurian
- Tikam-bunuh, penyerangan dan pembunuhan
- Lacung-kicuh, penipuan
- Upeh-racun, pemberian bahan yang mengandung racun untuk membunuh atau menyebabkan sakit
- Siar-bakar, pembakaran rumah atau bangunan dengan sengaja
- Tuduh nan Enam berisi nama-nama tuduhan
- Cemo nan Enam berisi nama-nama kecurigaan atau dugaan tindak kejahatan
Sistem Adat
Semenjak zaman Kerajaan Pagaruyung, ada tiga sistem adat yang dianut oleh suku Minangkabau yaitu :- Sistem Kelarasan Koto Piliang
- Sistem Kelarasan Bodi Caniago
- Sistem Kelarasan Panjang
Sistem Kelarasan Koto Piliang
BlogKristia,Sistem adat ini merupakan gagasan adat yang digariskan oleh Datuk Ketumanggungan. Ciri yang menonjol dari adat Koto Piliang adalah otokrasi atau kepemimpinan menurut garis keturunan yang dalam istilah adat disebut sebagai "menetes dari langit, bertangga naik, berjenjang turun" Sistem adat ini banyak dianut oleh suku Minang di daerah Tanah Datar dan sekitarnya. Ciri-ciri rumah gadangnya adalah berlantai dengan ketinggian bertingkat-tingkat.Sistem Kelarasan Bodi Caniago
Sistem adat ini merupakan gagasan adat yang digariskan oleh Datuk Perpatih Nan Sebatang. Sistem adatnya merupakan antitesis terhadap sistem adat Koto Piliang dengan menganut paham demokrasi yang dalam istilah adat disebut sebagai "yang membersit dari bumi, duduk sama rendah, berdiri sama tinggi". Sistem adat ini banyak dianut oleh suku Minang di daerah Lima Puluh Kota. Cirinya tampak pada lantai rumah gadang yang rata.Sistem Kelarasan Panjang
Sistem ini digagas oleh adik laki-laki dari dua tokoh di atas yang bernama Mambang Sutan Datuk Suri Dirajo nan Bamego-mego. Dalam adatnya dipantangkang pernikahan dalam nagari yang sama. Sistem ini banyak dianut oleh luhak Agam dan sekitarnya.Namun dewasa ini semua sistem adat di atas sudah diterapkan secara bersamaan dan tidak dikotomis lagi.
sumber : wikipedia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar